95D68CCB-714A-4418-9EFE-C7F74DBC4B7E.jpeg

15:02 PM

Terlambat 2 menit, apa yang bisa diharapkan dari mahasiswa yang hampir drop out, datang tepat waktu? jelas tidak mungkin.

Hivi mendengus sebal, pasalnya ia paling tidak suka dengan kegiatan menunggu, meski hanya sedetik. Bagi Hivi, waktu adalah uang yang tak ternilai harganya.

Setelah memastikan tidak ada tanda-tanda si Marve akan datang, Hivi kembali mengemas barang bawaannya. Sepulang dari ini, ingatkan Hivi untuk menghubungi Kafka agar mengajari Marve membuat pamflet dengan benar. Kalau dipikir-pikir mengoreksi kerjaan Marve bukan lagi ranah dari urusan Hivi, harusnya Marve meminta pendapat dari ketua divisinya si teladan Kafka. di mentori oleh Kafka juga Hivi rasa lebih baik, Kafka kan orangnya sabar dan telaten, tak pemarah seperti dirinya

“Vi!”

Hivi menoleh sesaat setelah mendengar suara itu, yang sudah jelas adalah Marve.

Cowok berwajah tampan itu datang dengan rambut berantakan, outfit serba hitam dan tak lupa helm full face andalannya juga ikut dibawa masuk ke dalam cafe. Sudah tau kan soal rumor harga helmnya yang mahal?

“Mau kemana? kok berdiri?” Marve bertanya ketika dirinya baru sampai di meja Hivi.

“Tadinya mau balik, lo telat 5 menit” jawab Hivi tanpa ekspresi.

“Oh ya?” Marve langsung melihat iWatch yang melingkar di pergelangan tangan kirinnya. Benar saja 15:06 PM. “Sorry.. gue tadi soalnya—“

“Kak Marve” penjelasan Marve terpotong saat seorang gadis cantik memanggil nama Marve sembari membawa dua gelas americano ditangan.

“Eh, Hivi juga” gadis itu adalah Shanin, teman sejurusan Hivi yang berprofesi sebagai selebgram.