19:00
Sunyi— sepi, tak banyak orang yang menunggu di VIP Garuda Lounge international flight. Hanya Mavi dan beberapa pria paruh baya berpakaian santai dengan sandal jepit khas old money.
Mavi duduk dibangku tunggu yang dekat sekali dengan dinding kaca. Disini ia dapat melihat pemandangan pesawat yang terbang maupun mendarat, terlihat sangat sibuk mengantar kepergian seseorang. Dibandingkan kepergiannya ke Kanada 4 tahun yang lalu, kali ini Mavi sangat digandrungi perasaan tidak nyaman.
Apalagi saat Mavi melihat gambar dirinya dan Harvin dalam wallpaper ponselnya, memorinya langsung berputar kembali pada detik sebelum kepulangan ke Indonesia.
“Biar kamu inget aku terus” kata Harvin sembari mengganti gambar lockscreen pada ponsel Mavi. Kekhawatiran Harvin terhadap hubungan jarak jauh yang akan mereka jalani sepertinya belum berakhir. Padahal Mavi mana bisa melupakan wajah kekasih yang paling ia cintai, tak peduli lockscreenya berupa gambar default maupun yang lain, Mavi tetap akan mengingat Harvin
Tak sampai disitu, Harvin juga mengubah wallpaper macbook Mavi dengan foto dirinya. “Hehe.. boleh kan, Mas?” kali ini ia meminta persetujuan Mavi terlebih dahulu. Takut Mavi keberatan jika laptop kerjannya memiliki lockscreen wajah sang pacar. Apalagi Bu Irene tipe kolega yg suka meledek kegiatan bucin Mavi dikantor.
“Gapapa, terserah kamu sayang… kalau perlu komputer di ruang kerjaku sekalian.” jawab Mavi santai sembari mengelus surai Harvin yang sedang kegirangan.
Mavi menggeser layar ponselnya, dan gambar lockscreen itu sudah berganti menjadi ruang chatnya bersama Harvin. Tanda dua centang biru— tak dibalas. Mavi menghela nafas berat…
Ia bimbang karena harus mengaktifkan mode pesawat pada ponselnya sebelum mulai terbang. Tapi— ia takut melewatkan pesan balasan dari Harvin barang sedetikpun.
Drttt… drtttt…