Gaudi dengan perut yang mulai membuncit tak lagi bisa bergerak dengan mudah. Selain karena kakinya yang bengkak dan punggungnya yang mudah sakit, faktor yang membuat Gaudi jarang berjalan adalah kepalanya yang pusing.
Sering kali Gaudi harus mengaku pada suaminya bahwa ia telah makan atau istirahat, padahal tiap hari ia hanya meringkuk tidak nyaman diatas tempat tidur.
Tapi mulai besok sepertinya kebohongan itu tak lagi bisa ia lakukan karena Sagi sudah mulai memasuki masa cutinya.
“Jadi ini hari terkahir kamu kerja sebelum cuti?” kata Gaudi sembari menyiapkan kopi pagi untuk Usagi.
“Iya, cuti aku udah di acc sejak kemaren.” balas Sagi sambil mengambil alih proses pembuatan kopi “Sini sayang, biar aku aja.” Sagi mengecup pelan pelipis Gaudi sebelum lelaki itu kembali duduk di meja makan.
“Padahal aku masih bisa loh kalau cuma nyeduhin kamu kopi.” protesnya cemberut.
“Iya sayang, aku tau.” Sagi melirik “Tapi aku yang ngga bisa lihat kamu berdiri lama buat bikinin aku kopi.” lanjutnya dengan senyum lebar.
“Mas.. kamu nggak kecepetan apa ambil cuti dari sekarang? HPL aku kan masih bulan depan.”
“Gapapa, aku cuma pengen nikmatin masa masa jadi suami siaga di akhir kehamilan kamu. Ngelusin perut kamu dari pagi sampe malem, tanpa harus pergi ke kantor. I like it.”
“Dasar, bilang aja males kerja. Dipecat tau rasa kamu.” gerutunya. Kini kopi sudah selesai di seduhkan dan Sagi meletakkannya di meja makan. Disana beberapa makanan seperti ayam— sop sudah disajikan, Mama Yeji yang menyiapkan masakan tersebut lalu menyimpannya di kulkas. Tapi tenang saja, kebersihan dan cita rasanya masih terjaga.