6766106C-8E5A-4734-B1FC-3694BA8C7560.jpeg

Ramai mungkin tak lagi cukup menggambarkan situasi di arena sirkuit yang menjadi tempat evaluasi lanjutan dari Rookies Moto GP Competition ini, Hivi sangat beruntung memiliki sosok abang seperti Hugo. Karenannya ia jadi bisa melihat persiapan Marve di area markas. Pihak Repsol hanya mengizinkan 3 orang montir untuk mendampingi persiapan Marve sebelum melakukan pertandingan, jadi hanya Hugo, Yaksha dan Hivi yang diizinkan datang ke markas.

“Vi, tolong pompa ban bawa sini” perintah Hugo, jelas Hivi langsung menurut. Terlalu sering melihat Hugo melakukan pekerjaannya baik di bengkel maupun dirumah membuat Hivi hafal semua nama alat maupun perlengkapan motor ini. Bahkan jika esok Hivi mendapatkan cukup rezeki untuk membeli motornya sendiri, ia akan pastikan motornya terawat sempurna.

“Ini mulainya kapan sih?” sebagai orang awam dalam dunia racing Hivi memang agak bingung kenapa area ini masih sepi penonton, bahkan Javio, Kafka dan Ryan yang juga akan menonton mengaku jika sang panitia belum open gate.

“Masih lama, ini masih sesi kualifikasi buat nentuin posisi start atau starting grid.

“Hah? apaan tuh?”

“Hadeeh.. makanya cari tau, punya pacar calon pembalap kok nggak ngerti sistem sirkuit” kata Hugo ketus, di tenda ini memang hanya tersisa Huga dan dirinya. Karena Bang Yaksha dan Marve sedang dipanggil oleh pihak penyelenggara untuk menandatangani polis ansuransi atau apalah itu. Hivi tak ingat.

“Cih, ngeselin lo. Gue juga yakin kalo lo nggak ngerti apapun soal kegiatan Kak Jay di kampus” balas Hivi sembari menggerutu.

“Jayden kan masih belum jadi cowok gue, nah elu sama Marve udah jalan setengah tahun harusnya searching dong, vii” Hivi tau ucapan Hugo hanyalah sebuah godaan, tapi untuk orang pemikir seperti dirinya kata-kata itu langsung membuat Hivi overthinking. Jika dibandingkan dengan Marve yang selalu segala hal tentang kegiatan Hivi mulai dari rapat, workshop dan lain sebagainya. Hivi sadar dirinya kalah besar, jangankan mengetahui urutan eliminasi balapan, menemani Marve latian di arena saja rasanya jarang.

“Hei, ngelamun” Marve melambaikan tangannya kedepan wajah Hivi, meminta perhatian. “Bosen ya? apa kamu mau gabung sama Kafka dan lainnya?” tanya Marve. Cowok itu selalu saja mengkhawatirkan Hivi bahkan di detik-detik moment pentingnya. Tak bisakah dia fokus pada turnamennya hari ini?

“Aku nggak papa Kak,” kata Hivi, ia lalu berdiri untuk membantu Marve menggunakan baju one set yang biasa digunakan oleh para pembalap untuk melindungi badan. Jujur baju ini sangat berat, dibagian belakangnya berdesign seperti punuk Unta yang berfungsi untuk menyimpan air minum. Terjawab sudah rasa penasaran Hivi sejak kecil yang mengira semua pembalap tidak akan bisa minum selama perlombaan, padahal mereka memiliki perlengkapan khusus untuk menjaga pembalap tetap terhidrasi.