F75FC629-30A3-4FA6-A822-1D5070348176.jpeg

Sesudah rapat ketiga selesai, anggota panitia langsung membentuk forum sesuai dengan pembagian sie masing-masing. ada yang tetap di bangsal, adapula yang melakukan forum diluar kampus seperti sie humas yang di koordinatori oleh Cale, mereka berencana melakulan forum di cafe dekat kampus. Alasannya, karna tempat yang lebih nyaman dan ber-AC maklum si Cale itu type orang yang gabetah panas.

Marve harus segera pergi, mengantarkan obat milik ibundanya yang tadi sempat ia beli di apotek ke panti jompo Asri, tempat sang bunda tinggal.

“Lo udah bikin proposal berapa kali deh, Stell? Gini aja copy-paste, mana masih banyak yang belum diganti.” ucap Hivi tegas, membuat seluruh panitia yang masih tersisa di bangsal tau bahwa ia sedang memarahi Stella, sang Sekretaris pensi.

“Iya iya, Vi. gue tau ini salah, lagian lo ngasih deadline ke gue juga kecepetan” Stella membela diri.

“Revisi, gue nggak mau tau semua text hasil copas proposal sebelumnya ini udah harus lo ganti. Gue kasih lo deadline sampe lusa.” Entah kenapa Marve jadi agak takjub melihat Hivi ngomong panjang lebar seperti ini, terlihat lebih berwibawa.

aslinya garang juga nih cowok, tapi pas dicium langsung kicep. Marve sedikit tersenyum, terbayang wajah merah Hivi tempo hari lalu

“iya iya gue usahain” Stella tampak menyesal.

Hivi kembali membolak balik lembaran kertas proposal yang salah dengan dahi berkerut, mengoreksi satu persatu bagian dari proposal yang dianggap tidak benar. lalu menadainya dengan bolpoin merah. mirip seperti dosen pembimbing skripsi.

ini kalau gue izin balik sekarang, bakalan kena semprotnya juga gak ya? batin Marve

“Kak Marve,” panggilan Kafka membuat Marve menoleh kebelakang, Kafka ini koordinator dari Sie produksi, tugasnya untuk membagi tugas ke anggota produksi, menyalurkan pendapat pada ketupel dan memimpin kegiatan forum atau kerkel anggota sie produksi.