0719E86B-9ECC-4565-A247-A33BBE66CD8C.jpeg

Semingguan ini Hivi memiliki jadwal yang sibuk, menjadi ketupel pensi tidak membuat ia terbebas dari proker BEM yang lain, apalagi kini ia sudah memasuki musim UTS, berlipat gandalah semua beban yang Hivi pikul.

“Lo pulang bareng siapa, Vi?” tanya Nick yang sedang menggulung tikar bekas dipakai rapat evaluasi tadi. Kini di ruang BEM hanya tersisa 4 orang; Hivi, Cale, Nick dan Jidan sedangkan anggota BEM yang lain sudah langsung ngacir pulang setelah kak Dimas memberikan salam penutup. Hivi menebak mereka pasti tergesa-gesa untuk menyiapkan diri untuk UTS besok.

“Bus” kata Hivi yang masih berkutat dengan laptopnya, mengoreksi hasil kerja tiap divisi dalam kepanitiaan pensi.

“Eh, kok bus sih?” pekik Nick seolah ia baru pertama kali mengetahui transportasi andalan Hivi. “Tadi gue liat Kafka lagi main basket dibelakang, lo nggak bareng dia aja?” Nick dan Cale saling memandang, sembari menaik turunkan alis.

Sedangkan Hivi malah terheran atas saran Nick, kenapa ia malah jadi bawa nama Kafka? ini pasti karena insiden pemberian kopi tempo hari.

“Kafka tumben ya kemaren kirimin kopi buat Hivi, mana kita juga dibeliin.” itu adalah suara Jidan yang sedang duduk selonjoran di antara Cale dan Nick.

Nick mengedikkan bahu, lalu menyaut dengan sok tau “Suka sama Hivi kali”

“Ngawur!” balas Hivi tak terima.

“Serius, dia emang ramah sama semua orang tapi kemaren itu— beda. Kayak dimotivasi oleh benih cinta, ya nggak sih?” perkatan Nick yang panjang lebar itu langsung disetujui oleh kedua pengikutnya— Cale dan Jidan.

“Nggak lama lagi pasti nembak,” kali ini Cale yang berucap sok tau, seperti peramal. Hivi sadar ia tak akan sanggup meladeni tiga temannya ini sehingga ia memilih mengabaikannya saja.