Harvin tak paham mengapa ia tiba-tiba jadi super gugup ketika menunggu kedatangan mobil atasannya itu sampai di depan flat-nya. Kakinya bahkam tak berhenti mengetuk aspal agar kegugupannya berkurang. Alasannya tentu bukan hanya karena Harvin sedikit menaruh rasa pada orang terpenting di atase perdagangan. Tapi juga karena aura Pak Mavi yang mengintimidasi dan selalu bermuka datar. Seperti kebanyakan orang cerdas lainnya, tak berkespresi dan selalu menyibukkan diri pada tumpukan pekerjaan.
Akhirnya tepat pada pukul 7 pagi sebuah mobil SUV hitam tiba di depan flat yang Harvin tinggali. Jujur saja Harvin semalam sudah menebak-nebak mobil apa yang kemungkinan dimiliki pria workaholic itu dan mobil sedan sudah ia hapus dari list utamannya. Aura gagah dan macho seorang Maviesa Apollo lebih cocok menggunakan mobil berbody besar seperti Range roover atau Fortuner jika ia tinggal di Indonesia. Warnanya sudah pasti hitam pekat dan tidak dihiasi aksesori mobil seperti mainan anjing berkepala lentur ataupun stella jeruk sebagai pengharum.
Dan benar saja, sekarang semua imajinasi Harvin tentang Pak Mavi dan mobilnya, telat telak.
“Udah sarapan?” tanya Pak Mavi ketika Harvin telah duduk sempuran di kursi sampingnya lengkap dengan seatbelt yang terpasang.
“Ah.. nggak sempet, Pak. But it’s okay kok” Harvin yakin perkataannya tadi terucap dengan nada agak parau, maklum ia masih gugup. Apalagi ketika melihat Pak Mavi menyetir dengan satu tangan, kemeja yang digulung hingga siku, tak lupa dengan jam tangan seven friday yang terpasang dipergelangan tangan kirinya itu. Ah, siapa yang tak berdebar melihat pemandangan itu?
“Drivethru A&W kayaknya masih sempet sih ini, mau sarapan dulu?” tawar Pak Mavi, meskipun tak memiliki belas kasihan saat memberikan pekerjaan setidaknya Pak Mavi masih perhatian atas isi perut Harvin.
Harvin tampak ragu-ragu untuk menjawab. Ditolak, takut nyeserl plus nggak enak banget menolak ajakan sarapan dari sang atasan. Tapi.. jika diterima ia makin tak enak mendapat traktiran dari Pak Mavi dan beresiko untuk membuat mereka terlambat bekerja.
“Kok diem, Vin? kamu takut ya sama saya?” ujar Pak Mavi sembari melengkungkan bibir.
“Oh.. enggak sama sekali Pak. Saya cuma .. bingung” Harvin meringis, aduh kenapa suasana disini super awkward
“Bingung kenapa? anak HI harus jago komunikasi loh, meskipun tadi pertanyaannya sepele”