Masih dengan pakaian yang sama, Arsen pun masuk kedalam mobil sedan hitam milik Benjamin. Selama di perjalanan, Arsen tak banyak bicara. Pandangannya kosong kearah luar selagi Ben fokus mengemudi.
Arsen mencoba untuk percaya, meski dalam lubuk hatinya rasa kecewa itu masih ada.
“Kamu udah makan?” tanya Ben memecah keheningan, Arsen hanya menjawab dengen deheman. Mengiyakan dengan malas.
“Bohong, aku liat pasta dan steak di meja makan aku belum kesentuh.” kata Ben, tangan kirinya berangsur turun dari bulatan kemudi untuk beralih menyentuh punggung tangan Arsen disampingnya. “Maaf ya, nggak bilang ke kamu lebih awal. Maafin aku.” desisnya pelan.
Arsen mau tak mau jadi menoleh, membalas pandangan Ben pada dirinya. Ada ketulusan dan kejujuran yang tersirat. Mungkin bener cowok itu sudah sepenuhnya menceritakan rahasia hidupnya.
“Ada lagi nggak? yang perlu aku tau.” Arsen membuka mulut. “Ayah kandung Risa mungkin?”
Ben menggeleng pelan “Aku sendiri juga cari tau soal itu, Sen. Sudah dua tahun agency bantu buat selidiki siapa pacar Ibuku atau siapa lelaki yang berpotensi miliki hubungan dengan beliau, tapi hasilnya nihil.” jelas Ben.
Arsen membalik telapak tangannya sehingga dia bisa membalas genggaman Ben, “Aku mau bantu.”
“PAPAA!!!” gadis kecil berambut kecoklatan itu berlari riang setelah diturunkan dari gendongan Johnny.