5D2FC1F7-E7FD-4692-BB7B-FD07A30C4164.jpeg

Marve masih ingat sesaat ketika ia merasakan kelegaan karena menjadi orang pertama yang melewati garis finish, dengan hati yang berbunga-bunga sembari memaksa otak untuk merangkai ucapan terimakasih bagi para pendukungnya. Namun semua itu buyar saat motor peserta balapan bernomor punggung 24 menabrak kencang dirinya dari belakang. Membuat Marve terseok-seol dengan badan separuh remuk.

Marve terhempas jauh keluar dari trek hingga akhirnya terkapar di atas batu kerikil area run-off.

Dengan tubuh separuh lumpuh akibat rasa sakit yang luar biasa, Marve tak lagi memikirkan kalimat sambutan atas kemenangannya. Ia juga tak memikirkan 4 pembalap lain yang sama terlukannya. Ia hanya ingin mempertahankan kesadarannya, Marve tak boleh mati. Setidaknya belum boleh jika sekarang.

Segerombolan staff berseragam orange yang Marve identifikasi sebagai petugas kesehatan mulai mengelilingi tubuhnya, samar-samar Marve tau jika kondisinya sekarang adalah yang terburuk dibandingkan dengan pembalap lain. Ia juga dapat merasakan suasana panik dan putus asa para tenaga medis.

Potongan-potongan momentum penting dalam sepanjang hidupnya refleks muncul bagai sebuah vidio diingatannya dan Mandala Hivi tentu menjadi orang yang berperan penting dalam setiap detik nafasnya.

“Kakak! bangunn, kamu tuh sekarang ada sidang proposal! masa telat sih” suara Hivi yang nyaring terdengar jelas. Mata Marve menyipit akibat silau cahaya matahari yang masuk melalui Jendela kamarnya.

“Ayoo bangun kakakk sayangg, kamu mau lulus nggak? kalo gamau yaudah tidur lagi sana, tapi jangan sedih kalo suamiku besok bukan kamu” sesaat Marve langsung membuka mata, menatap Hivi dengan tajam, beraninya dia!

Marve menarik tubuh Hivi hingga cowok itu terbaring di samping tempat tidurnya lalu menghukumnya dengan rentetan ciuman kecil di wajah “Berani kamu ya? kamu nggak boleh nikah sama siapapun selain aku Mandala Hiviii” sedangkan Hivi tergelak, menerima hukuman itu dengan sukarela.

“Siram aja, Vi. Marve tuh pemalas banget.. kamu pertimbangin dulu deh kalau mau lanjut pacaran sama dia” suara Bunda di dapur kini ikut terdengar.

Hivi pun membalas “Iya Bun, habis ini Hivi putusin aja” ucapnya terdengar akrab. Mengapa suara Bunda ada disini? dan mengapa Hivi tak terkejut mendengar itu?