101210D6-DAD6-4692-B778-45718AD3EA1B.jpeg

Sebagai salah satu mahasiswa ter-aktif dalam akademik maupun organisasi, melewatkan rutinitas untuk makan tiga kali sehari sudah sering Hivi lakukan. Tak jarang ia juga sering memperoleh penyakit maag sebagai imbalannya.

“Besok kegiatan lo apa?” tanya Marve yang sudah menandaskan seporsi ayam penyet pesanannya. Sedangkan Hivi masih tersisa beberapa suap lagi.

“Emm… nyari sponsor mungkin?”

“Kemana? sama siapa?”

“Jakut, sendirian” Hivi menyesap es jeruknya sebelum kembali memakan suapan terakhir.

Ini adalah makanan kedua yang dibelikan oleh Marve dan dimakan lahap olehnya, padahal Hivi bukan tipe pemakan hidangan kering seperti ayam penyet. Ia lebih menyukai makanan berkuah seperti bakso ataupun soto ayam tempo hari. Sedangkan soal minuman, seluruh universe juga tau kalau Hivi adalah pecinta kopi americano nomor satu, tak peduli ia memiliki maag kronis. Memesan sagelas kopi dipagi hari adalah kewajiban.

“Kenapa nanya?”

“Gapapa sih, gue sebenernya mau nitip si vivi karena besok ada touring ke puncak” jelas Marve, vivi yang dimaksud adalah nama kucing putih yang mereka adopt bersama-sama itu. Hivi sendiri juga baru tau beberapa hari ini, ia tak diajak berdiskusi soal penetapan nama ini.

“Gak masalah sih, gue nggak lama kok. Paling kasih proposal terus presentasi 5 menit dan pulang”

“Yaudah besok sebelum berangkat gue anter si vivi kerumah ya” Hivi mengangguk santai sembari menghabiskan es jeruk yang tersisa digelasnya.