60ECBBEF-DA64-4C71-A1DC-0838DE75D9F1.jpeg

Sesuai dengan saran kak Dimas, kini Hivi berada di gedung fakultas teknik State University. Mencari keberadaan Marve untuk ia ajak berdiskusi. Doakan saja ia tidak membolos lagi hari ini. Karena sejauh informasi yang Hivi dapat, Marve sering sekali membolos. Sampai-sampai mendapat surat SP dari fakultas.

Kaki Hivi mendadak gemetar ketika melihat sosok Marve akhirnya muncul di koridor, baru keluar dari kelas. Wajah tampan dengan sorot mata tajam, terlihat menyebalkan. Tak lupa dengan helm fullface yang selalu ia bawa kemanapun, maklum katanya helm itu memiliki harga selangit.

Hivi berjalan mendekati Marve yang sepertinya belum menyadari kehadirannya, Hivi pun berhenti tepat dihadapannya. Tapi—- Hei?!? Marve malah melengos begitu saja, mengabaikan keberadaan Hivi.

“Marve!” panggil Hivi dengan nada keras.

“Gue?” tanyanya sok polos, nih cowok benar-benar nggak peduli sekitar ya?!! saat ini Hivi berharap Nick atau Cale membawakan kipas dan es kopi, karena Hivi beneran terbakar emosi.

“Gue mau ngomong, bisa?”

“Gue ada urusan” jawab Marve singkat sembari melihat jam tangan, ia bahkan kembali berjalan.

WTF ?? gue juga ada urusan tapi gue lebih milih ngurus lo dulu !!’ gerutu Hivi dalam hati, untung saja hari ini ia tidak ingin ngajak perang.

“Sebentar,”

“Oke, 5 menit.” Hivi melotot tampak tidak terima, ini sebenernya yang butuh siapa deh??. Ingin rasanya Hivi meremas wajah sok tampan Marve