Mavi selalu menyadari perspektif Harvin selalu unik dan menyenangkan, sehingga ketika Mavi berkunjung ke tempat museum yang menjadi salah satu wishlist kencannya, Mavi tak kebingungan.
Museum The Canadian war sangat mendeskripsikan gaya kencan seru yang Harvin sukai. Sayang sekali mereka tak sempat mengunjungi tempat ini sebelum pergi. Awalnya Mavi tak kecewa, pasal ia memenuhi semua kriteria untuk mewujudkan kencan ini terjadi di lain waktu. Tapi kini, kriteria utamanya yaitu— Harvin sudah tak lagi bersama dengannya. Sehingga kencan museum ini mustahil dapat terjadi.
Sebagai seorang anak tunggal, Mavi tak sering mendapat kenyamanan meski sang kedua orang tua selalu menyanyanginya. Ia masih sering kesepian dan merasa kosong. Apalagi Ayah dan Bundanya sama-sama sibuk mengejar karir masing-masing. Itu yang membuat Mavi selalu mempertahankan hubungan percintaannya— ia ingin merasa nyaman setiap saat, tiap waktu, tanpa berfikir bahwa people can come and go. Dalam kamus anak muda zaman sekarang mungkin ini yang dinamakan Deep love?
Maka dari itu ia tak pernah merasa terbiasa dengan kata perpisahan. Rylan menjadi satu pelopor utama kehampaan dihatinya hingga ruang itu kosong untuk sekian tahun. Tapi kosong lebih baik daripada hancur berkeping-keping, seperti yang dirasakan saat ini. Kehilangan separuh hidupnya karena kebodohan adalah satu hal harusnya bisa ia hindari, tapi Mavi gagal, menghancurkan kedua kubu hati baik miliknya maupun milik Harvin. Dan tak ada yang bisa memperbaiki itu.
“Harvin… pasti suka sama lukisan ini” gumam Mavi ketika menatap satu lukisan yang menggambarkan kemenangan prajurit Kanada dalam melawan sang penjajah. Perpaduan warna gelap yang elok nan seimbang mengingatkan Mavi pada selera Harvin.
Layaknya wisatawan— Mavi pun mengambil potret lukisan itu dan pajangan unik lainnya. Sebagai kenang-kenangan.
“Maviesa?” pekik pengunjung museum yang berada persis disebelahnya. Mavi sepersekian detik tak menjawab, menganalisis siapa orang yang baru saja menyebut namanya.
“Pardon… ?” tanya Mavi ragu.
“Omg kamu beneran lupa sama gue?” jawabnya dengan nada seolah ia orang yang tak boleh Mavi lupakan. Siapasih orang ini?
“Gue Rylan, Mav” lanjutnya, dan itu membuat Mavi speachless selama beberapa detik. Memperhatikan untuk kedua kali dan benar saja ini adalah wajah Rylan—mantannya 5 tahun yang lalu. Tapi kenapa Mavi bisa lupa? kenapa Mavi tak terlihat senang? kenapa dia biasa saja?